Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2018

PSB KU SAYANG PSB KU MALANG

Belum juga rasa bahagia hilang kabar duka cepat datang, harapan yang kami bentangkan dibalik spanduk-spanduk itu terasa bisu, saat kabar burung mencuat sang kebanggaan terpaksa memutar arah kembali keruang pilu. Apa yang sebenarnya terjadi?? Birumu tak kami sangsikan, putihmu tak kami ragukan tapi orang dibalik layar itu yang paham keadaan. Bertahun-tahun terjegal rupiah tanpa kebanggaan, bertahun-tahun berjuang sampai akhirnya kembali ke zona nyaman. apa yang kamu rencanakan? sudikah kamu membaginya kepermukaan? Tak letihkah melihat kota ini semakin ditinggalkan?? Kamu sudah cukup dewasa, bahkan sangat cukup untuk sekedar merasakan kegagalan. Tak lelah tubuhmu digerogoti terus menerus? Piala kebanggaan lambat laun bisa digadaikan dan cerita masa lalu hanya jadi berita dikoran-koran bungkus kacang, Dan kami hanya mengenangmu dibalik riuh bogor yang enggan terpisah dari hujan. -rinjanireza-

Insya Allah

Jika memang cinta itu hadir Dia tak berisyarat tapi memikat Dia tahu kemana akan berlabuh Meski berulang kali terjatuh Jika memang sabar itu kunci terakhir Maka ikhlas jadi pendamping bukan  tersingkir Terimalah dengan sederhana agar Lillahi ta'ala Semoga kita sama sama di dunia dan dipertemukan di Jannah

SISI LAIN

Malam, dia selalu datang berulang. Dia manjakan letih dalam hening, Dia membelai kelopak mata hingga enggan terbuka. Tapi diantara gelap dan sepinya, malam memukau disudut kota, lampu remangnya seolah cahaya romantis pemandu bercinta. Pasar-pasar sepi, gerobak-gerobak rapuh, lapak istimewa pertukaran dua hasrat tanpa cinta. Trotoar-trotoar lengang lapak para gladiator jalanan menghunus cerita. Malam juga baik, dia menjaga letih meski berbantal tumpukan kaos bekas dan berlantai kardus, menjaga mimpi-mimpi yang enggan pudar meski kenyataan masih teramat jauh terbentang. Sederetan penjual makanan terus menyajikan makanan hangat bagi isi perut yang terdengar keroncongan. Disudut lainnya, malam berpacu dalam dentuman lagu yang memaksa banyak orang enggan berhenti berdansa, aroma anggur jadi pelengkap meski baju mulai kecut tercium. Malam, kamu menyimpan banyak kenangan. Sederetan muda mudi asik menikmati lalu lalang lampu kota, menikmati bintang diatas motor, melepas rindu dijemba...

SELUANG LANGIT BOGOR UTARA (2)

Buai aku dalam riuh imajinasi Genggam aku meski hanya teka-teki Cerita ini mungkin akan terus bersemi Hingga penantian hanya bias duniawi Rengkuh aku dalam setiap pagi Penantian takkan kalah setiap hari Saat debu jalan jadi teman yang berarti Kamu masih belum aku miliki Mendekap sepi dalam sanubari Angan hilang sempat ingin menepi Jika tuhan mendengar setiap doa ini Ada satu nama yang tak pernah aku lewati Mungkin temaram jadi penghias rasa sepi Tapi rindu berlipat ganda tak mau dimengerti Disiksa kalimat kalimat penenang diri Semoga kita dipertemukan dalam hati

SELUANG LANGIT BOGOR UTARA

Dia yang harus kutulis, dia yang harus kuceritakan dan dia pula yang seharusnya jadi pelengkap puisi-puisi bertebaran.. Aku tak bisa menggugat atas penyesalan yang datang dibelakang, aku tak bisa membenci apa-apa yang sudah terlewati, aku juga tak bisa bertahan dalam ketiadaan. Seraut wajah nanar mendayu kepermukaan, lisan terjaga baik dan intonasi percakapan kadang membuat terbuai tak ingin cepat berlalu. Perempuan itu yang kudapati saat bogor enggan diguyur hujan, perempuan itu yang kudapati saat niat baik belum juga menemukan tujuan. Aku melayang diantara tanda tanya, aku ingin melaju namun belum satu waktu, aku tersesat dalam labirin panca Indra, aku menunggu untuk kemudian terpilih atau ditinggalkan pilu...

RENJANA

Ketika langit membias pilu Di ujung sore bernama kelu Keluar sepucuk semu Bersama secangkir rindu Damai indah di kota Bogor ku Walau senja tak seindah dulu Malam tak sejuk seperti kala itu Kiriman dari ISMI #KataTeman #sajaktanpasuara #challenge #sharepuisimudiblogini #marimenulis

Menjemput sebuah impian

Birunya sang langit Putihnya sang awan Teriknya sang surya Segarnya sang air hujan Saksi bisu sebuah perjuangan yg tak pernah hilang Seraknya suara Letihnya dahaga Sesaknya nafas Derasnya kucuran keringat Menjadi bukti betapa loyalnya mereka mendukung sang biru kota hujan Menjemput kejayaan sang kebanggaan Kiriman dari Eky agustony (Bongky) #KataTeman #sajaktanpasuara #challenge #sharepuisimudiblogini #marimenulis

Langit tak juga biru

Bagiku cinta tanpa pamrih itu nyata adanya, pengorbanan tanpa menghitung untung rugi takkan pernah dipermasalahkan keberadaannya. Cinta itu begitu menggebu juga begitu pilu. harapan tinggi melayang, penantian mulai usang dan rindu yang tak berkesudahan memadu satu.. Jutaan sejarah terlewati ratusan tim baru berdiri tapi kamu tetap pemilik hati. Biru akan selalu melekat dibaju, putih akan selalu setia menemani kalbu meski kamu tak juga naik kelevel baru. Lelah kadang datang beserta keringat yang menempel dibaju, putus asa kadang menyeringai ingin berlalu. Tapi apalah cinta itu jika tanpa keyakinan yang kuat, bukankah kita sama sama tahu, cinta ada untuk saling mengikat, cinta ada untuk saling menerima pendapat, cinta ada untuk saling merasa memiliki dan cinta ada dalam kasih yang tuhan beri dalam rahmat bahkan cinta lebih besar dari rasa kecewa yang sering terlihat. Aku milikmu, yah aku milikmu jika kamu percaya suatu hari nanti semua akan kembali membaik, aku tahu langit tak selama...

PUAN

Dikau yang tak termiliki bukan enggan menyatu Hanya waktu kadang tak mengajak bersatu Dikau yang berisyarat terlihat ragu-ragu Meski hati perlahan berdegup menderu Puan dalam hujan yang enggan berkesudahan Kita yang berdekatan malu saling mengutarakan Mimpi tak membohongi meski hadir berkali-kali Takkan dosa jika memilikimu hanya dalam teka-teki Lelaki ini hanya pura-pura tak merasa Dia pencinta meski terucap dalam doa Dikau tak perlu sungkan berkata Saat senja terlihat begitu sempurna

Kemarau ditengah hujan

Bogor, kota ini menyimpan jutaan kenangan yang tak mungkin bisa dilupa. Hutan ditengah kota, istana megah yang mendunia, deretan gunung berbaris setia, tugu kujang yang gagah namun mulai menua, curah hujan tak mungkin terlupa. Sungguh indah kota ini jika menikmati sehabis hujan dengan lampu temaram ditambah kopi panas yang menggoda. Namun pernahkah kalian menengok kesudut lain di kota ini? Wajahnya terlihat risau, aspalnya mulai kacau, kemacetanya semakin memadat, beton menjulang melebihi tinggi pohon kebun raya, sungai menyempit sampah meluap, gang padat penduduk semakin dekil. Kota ini bisa kehilangan keindah sejuk nyamannya dengan seketika, kota ini bisa kehilangan indentitasnya jika warganya tak pernah mau merasa memilikinya. Kota ini bukan hanya kota hunian, di kota ini jutaan orang mempertaruhkan hidupnya, di kota ini deretan pemuda risau mencari kerja, di kota ini cinta semakin beterbangan entah kemana tujuannya. Selamatkanlah cinta kita pada kota ini sedini mungkin. kota ini b...

Di kotamu

Diluar hujan membumi Dia enggan reda meski dicaci Dia tak memberi kesempatan menepi Meski isyarat sudah sedekat nadi Rindu yang tak melulu bertemu Pada pelik yang enggan pilu Aku datang tanpa banyak ragu Hujani ingatan saat terjebak rindu Wanita temui aku dalam sendu Sebentar saja mengingat laju Jangan takut untuk terlihat menggebu Aku disini tepat di kotamu

SUARA

Ada banyak yang ingin kutulis malam ini, tentang romansa yang menggebu, tentang kasta diatas segalanya, tentang perempuan malam penjajak cinta buta, tentang beton yang memadat mematikan ranting tua. Tapi aku ingin menulis tentang mereka, mereka yang tidur beralaskan trotoar beratap langit renta. Bukan hujan yang mereka risaukan, bukan panas yang mereka keluhkan, bukan juga tentang mewah dunia yang semakin menghantam. Mereka hanya berbicara diantara perut yang mulai keroncongan, tentang ibu dan bapa yang pergi tanpa pesan, tentang sombongnya borjuis kota yang enggan sepadan. Tuhan, aku ini Hambamu. Meski hanya segumpal daging dan tulang yang semakin terlihat kepermukaan, aku masih berakal, aku masih bisa mengejar impian meski tanpa pendidikan. Aku tak minta dilahirkan di selokan, aku tak minta dilahirkan dari ibu yang tak mengharapkan rahimnya tercemar, aku tak minta dilahirkan dari bapa yang gemar berganti pasangan. Aku ini manusia tuhan, aku berhak hidup seperti yang engkau tulisan, ...

Kunamakan dia biru

Dia, tak bisa kugenggam meski aku mencintainya. Dia, tak bisa kuraih meski aku berada di hadapannya. Dia, tak bisa kutinggalkan meski kadang letih menyapa. Kasih ini seperti takdir yang tahu kemana harus memuja. Bogor adalah kota yang tak banyak protes Dia menikmati zona nyaman sampai akhirnya terasa apatis. Deretan gunung jadi pemuas pencinta panorama, Meski tak memiliki garis pantai, kota ini memiliki ratusan curug pemuas perenang gaya bebas. Aspal semakin memadat, beton semakin menjulang, hijau memadati sudut jalan raya yang nampak muda. taman kota jadi primadona, tempat bertukar resah pasangan muda-mudi dengan keringat bercucuran dimuka. Hampir tak ada cela di kota yang semakin tua, hampir semua lupa dengan sejarah yang pernah tercipta. Diantara keindahan dan kemajuannya kota ini pernah berbahagia karena tim sepakbola yang menjadi juara. Ya, mereka yang membuat kota ini memiliki wajah lain, mereka yang membuat identitas baru dalam dunia olahraga, tapi mereka juga yang b...

Bogor biru

Senja tak nampak  Risau pejalan kaki berpijak Lautan kuda besi liar mengacak Aspal belum jadi sudah terinjak Debu beterbangan sibuk bertanya Ada apa dengan kota ini??? wajahnya meracau, jiwanya galau... Hijau berbalut kuda besi berwarna tak berbunga Kujang menciut beton tertawa buku terlupa kita menggila Hujan hanya hiasan bagi kita yang pura pura suka.

Sisi

Aku serupa rima yang tak kau ucapkan Aku serupa nada yang tak kau nyanyikan Aku adalah dia yang mengamati Aku adalah dia yang tak kau cermati Perempuan hiduplah diantara rasa yang lega Tanpa kau mengerti tanpa seribu jarak terlewati Tanpa kalimat romantis yang kadang terdengar basi Tanpa resah yang datang hanya sekali-kali

Hujan Mata Pisau

Lisan terbungkam dalam hidup kelam Hujan tak reda kala hari mulai malam Melaju dalam distorsi pentagram Sesat kumelangkah menuju temaram               Ujung pisau runcing siap menikam        Aku hanya lelaki yang penuh diam        Meski liar takkan berhenti memulai        Hidup kadang dihujani liuk gemulai Sepi diperkosa nadi patriaki Lacur dogma menyayat harga diri Diam tertikam gerak sadari Hidup dalam pelarian ayat ayat suci           Dalam ketakutan terbiasa sendiri        Saat malaikat begitu terasa dekat        Dalam peraduan 5 dimensi        Tuhan aku harus mulai menepi 

Tanah

Dia tak termiliki, tapi aku menggenggamnya dalam mimpi. Melayang-layang dalam ingatan meski terlupa setiap pagi. Malam selalu memikat dengan debu menempel di pipi Imajinasi terbawa dimensi alam bawah sadar diri. Peluklah aku meski bukan pada kenyataan, Milikilah aku meski hanya sebatas impian. Tanah basah sehabis hujan selalu menghasilkan bebauan, sederhanakan kasih meski hanya sebatas rumus buatan.

API

Dalam setiap panca Indra yang melihat Aku adalah ketakutan yang dekat Pada setiap rusuk yang menggigil Aku adalah teman yang prinsipil Kenali aku lebih jauh Tenggelam dalam imaji hidup semu Kenali aku lebih jauh Jika kau ingin terbakar penuh pilu Dunia tak berotasi selamanya Kita hanya peranan bernyawa Pada sampai langit dan bumi rata Kita hanya barisan luka Aku bisa menjadi dua sisi Aku adalah api

Semesta jiwa

Di bumi langit kita memapah perjalanan Mencari terang diantara belukar Di semesta raya kita semua sepadan Tanpa tuan dan hamba yang mencakar Bahagia tidak diukur dari seberapa kaya Kedamaian tak dibatasi lintingan ganja Memanusiakan manusia dalam cinta Atas nama hidup yang sederhana Tak perlu takut hujan jika engkau suka Miliki dia seluas panca indera Air api  jadi element yang sejiwa Saat kita bersyukur karunia maha pencipta

Menepi

Ada yang tak sesuai dalam hening itu Ada rindu yang tak berkesudahan menggebu Liar imajinasi membelenggu tak dibelenggu Saat jutaan malam terlewatkan tanpa ragu Kita tak menyadari sepi yang bertubi Kita kehilangan hati bukan naluri Pada saat yang sama menutup mata hati Pada saat yang sama kita saling menepi

Disudut Jogjakarta

Jarum jam tak mau menunggu, saat laju kereta jadi hal yang ditunggu. Hari demi hari terlewati dalam pesan text atau telepon genggam yang sedang akrab-akrabnya. Langit Bogor tak melulu cerah merona saat hujan lebih giat menunjukan insenitasnya. Rindu melambung terbawa angin kearah selatan pulau Jawa, ada dia yang menunggu tanpa resah dalam rindu. Perjumpahan jadi salah satu obat yang paling ditunggu, belasan atau mungkin ribuan kilometer jarak tak memudarkan ingatan tentang kita yang saling tunggu. Malam itu aku siap dengan ranselku menyusuri pedesaan, melalui ribuan palang pintu rel kereta, bertegur sapa dengan teman sebangku yang entah dari mana asalnya, semua melebur jadi satu cerita yang menarik. Belum lagi riuh pedagang asongan didalam gerbong memberi kehasannya sendiri tentang perjalan hampir 12 jam duduk di kereta itu, alunan lagu dari band padi yang berjudul perjalanan pun jadi soundtrack yang tepat untuk didengar. Dengan sedikit cemas mata perlahan tertidur tanpa diminta. Pagi...

Aku Jingga

Perkenalkan namaku jingga, aku anak semata wayang dari ibu yang pantang menyerah. Aku tak pernah mengenal bapakku dari kecil, dia pergi tepat ketika aku masih segumpal darah. Hari ini aku tepat berusia 20 tahun, tak ada perayaan ataupun acara makan makan. Aku hanya sedang memandangi sosok yang mulai renta tanpa sosok penjaga, dia yang maha menyayangi, dia yang maha melindungi ku. Tepat jam 12 siang aku mendapat kabar dari seorang teman "dimana lu? Makan makanlah?" Dengan cepat aku coba membuka dompetku yang ternyata hanya tersisa lembaran 10,000rb'an. pikirku "Duh duit gw kemana yah? Padahal aku masih seorang pengangguran yang tak mungkin dompet selalu terisi uang haha. Dari yang tak berniat merayakan apapun kemudian berganti menjadi sibuk mengusahakan, tapi entah akan kejatuhan uang darimana. Tanpa terasa raut wajah mulai mengerut dan langkah tak henti mencari cara. Tanpa aku sadari, ibu memperhatikan gerak geriku yang terlihat kebingungan dan bertanya "Kamu ke...

Untuk dia yang kuberi nama sundari

Dia, perempuan yang lama ku kenal Meski tak bertatapan mata langsung, tapi kita dua arah secara virtual. Hari ke Minggu, Minggu ke bulan, bulan ke tahun, kita sama dalam pembicaraan yang tak pernah berhenti meski lelah kadang menggerogoti ibu jari. Merasa saling memahami tapi tak bisa untuk dimiliki, dan akhirnya tetap menjadi teman pemimpi. Ramahnya kadang mengusir sepi, ratusan kilometer memisahkan dua nadi, tapi harus diakui rindu kadang datang tanpa pamrih. Rindu? Yah, rindu yang kadang tak diminta hadir atau mungkin memang rindu yang tak harus hadir diantara cerita ini. Setiap hari adalah kabar, setiap pesan adalah perjalanan, yang mungkin kita berduapun tak akan tahu akan berhenti dimana dan seperti apa. Tapi satu hal yang aku Amini, menjadi seperti ini adalah kebahagiaan yang tak pernah berkesudahan, meski resah dan cemas jadi bagian paling inti. Kamu memiliki dunia yang cukup berwarna, dengan si jagoan yang akan tumbuh dewasa dan si mas yang masih sibuk membenarkan let...

LALU #4

Jejak yang kujalani teramat ragu, tak tenang untuk melagu. Apa yang sebenarnya terjadi dengan kita? Lelucon kah? Pelampiasan kah? Menghitung alur yang sebenarnya tak terlalu aku suka, dimana kebebasan menjadi kebablasan, dimana kesabaran menjadi permainan, dimana kata hanya obat penenang. Kita tak melulu melihat masa lalu, tapi masa depan harus kita tuju. Hidup begitu besar maknanya, tak hanya tentang mereka yang pernah menyakitimu atau kesalahan yang masih di sesali kenyataannya.. puisi berserakan diantara kertas tanpa nama, penggalan lirik tak tersuarakan rimanya. Aku tau, perjuangan selalu berliku hasilnya, tapi tubuh yang lelah akan terus menentukan pijakannya. Sekeras apa aku  bertahan akan terasa fana jika tanpa niat yang sama, sesabar apa aku menerimanya tetap akan jatuh juga jika tanpa doa yang sama. Dan akhirnya kita sampai di sini, dimana tak ada lagi ruang untuk harapan yang luas, dimana tak ada lagi rindu yang harus dibalas. Kita memuai menjadi awan, lalu akan terpis...

LALU #3

Kita mulai dengan harapan baru saat temaram lampu dan sisa hujan menyertai rindu, dari hal yang katanya mustahil berganti menjadi kemungkinan, kemungkinan yang akan membawa kita pada jalan baru. Sesaat diam menatap layar ponsel, berharap cemas akan bertemu. Seperti sudah terencana kamu mulai memberi isyarat dari secangkir kopi yang tak kita temui malam ini. Ketidakjelasan mood yang dipertanyakan hari ini, uring uringan tanpa maksud jelas, risau menentukan tempat singgah malam ini. Dan akhirnya aku bertemu "lagi" dengan pemilik mata sendu yang jelas senyumnya melebihi manis madu haha. Kita mulai dengan berbatang rokok dan kecanggungan yang masih menderu (seperti biasa) hingga datang botol berlogo bintang ke meja yang sebenarnya memang sepi dari jiwa jiwa lain yang mengganggu. Malam ini hujan tak datang, mungkin dia enggan mengacau, angin pun tak terlalu kencang bersenandung. Keringat masih terus menetes di kepala, nomer meja dengan warna merah muda seakan merestui untuk per...

LALU #2

Yah, menunggang pertanyaan besar disertai ragu yang malu malu. Jam 8 malam aku menunggu hujan reda diantara aspal yang tak sepi dari lalu lalang debu. Kamu akhirnya datang dengan kuyup tanpa mengeluh, seperti biasa kita memesan kopi campur madu dengan berbatang roko yang mulai  memadati asbak, dengan senyum yang tak bisa aku lupakan manisnya itu (gula pun mungkin kalah manisnya hahaha) sesaat kita tenggelam dengan percakapan ringan tentang hari ini "Gimana hari ini? Apa kah menyenangkan? Udah makan atau belom?" Pertanyaan standar ala romansa muda mudi berbunga bunga hahaha. Detik terus menyudutkan waktu sampai pada akhirnya kita mulai diam dan berkata "So?" Seperti sudah tahu apa maksud pertanyaan itu. Dengan penuh hati hati tutur kata mulai diucapkan, penasaran menghinggapi sehingga berkali kali terucap kata "terus? Cuman? Kenapa?". Kita masih diposisi yang sedekat nadi tapi tak saling memiliki (begitu kata kutipan di buku). sesaat suasana pun pecah ka...

LALU #1

Saat mata harus bertatap-tatapan, ada rasa yang menggebu untuk diucapkan Perlahan tapi pasti kemudian berganti diam. Sesaat kita beri ruang bagi kenalpot bising lalu lalang dijalan, Senyum lebar menyeringai penuh makna mendalam. oh tuhan, sang pujangga ini akhirnya menemukan pijakan! Tempat berlabuh dan menari dari hujan dan panas yang kadang datang bersamaan. Jarum jam tak juga berhenti, saat waktu terasa semakin singkat Aroma kopi yang wangi perlahan hilang, Batang rokok berserakan tapi kita masih berdekatan. Diam jadi pilihan, saat sayup sayup lagu Ten Storey Love Song (Stone roses) terdengar dari pengeras suara kedai kopi malam itu. Bulan pun enggan berganti hujan, seperti merestui perjalanan yang mungkin baru dimulai. Masih sama, kita tak bergeser sedikitpun Mata saling menatap, senyum bertebaran Tak diduga tangan bersentuhan lisan pun mulai menegaskan siapa kita? Akan kemanakah kita? (Mungkin sedikit berlebihan seperti cerita sinetron di tv hahaha) Dan akhirnya kita sa...

AMI

Mata tak henti bertanya Mulut tak mampu menyapa Lengan tak bisa meraba Aku hanya melihat dibalik kaca Sore selalu datang setiap hari Debu enggan untuk pergi Masih sama kemarin dan hari ini Pelangi tak hadir disela mimpi Esok akan terulang lagi Bangku renta tempat menanti Habiskan jam tanpa pasti Seiring getaran yang selalu dinanti

Lautan tak bertujuan

Aku dibawa lembaran tak beraturan Aku dibawa lautan tak bertujuan Aku sesat dalam pelarian Surga bias tanpa niat pembenaran Rangkul aku lalu benamkan Ajak aku menemui jalan tuhan Dosa ini takkan tergantikan Jika niat hanya sebuah lisan Perempuan temui aku yang kesepian Saat tembok jadi teman yang sepadan Lantunan ayat jadi pelipur kesakitan Aku ingin meneruskan perjalanan

Sumit

Pekat membias dalam waktu Pekat memar menderu tertelan pilu Aku hanya ingin jatuh hati tanpa sendu Tanpa nafsu yang menderu-deru Genggamlah tangan ini jika kau percaya Puncak pangrango saja sudah kusapa deretan bunga abadi punya cerita Tentang kesepian panorama dunia Lembah kasih mendekap ramah Kamu terkasih takkan kujamah Biarlah puisi ini terdengar payah Namun kelak kita saling memapah

Membiru

Dan bumi tak lagi membiru Saat logika sedangkal debu Kita tersirat saling menipu Saat damai tak pernah bertuju Akankah kita mendekati kebaikan? Saat cinta hanya sebuah hiasan Akankan kita saling mengingatkan? Saat benci jadi bagian di keseharian Menualah bumi dalam kasih tak berkesudahan Berdampinganlah kita seperti esok hari perpisahan Mengasihilah kita pada siapa saja tanpa memperbedakan cara menyembah tuhan Damailah di bumi damailah di langit