Dia, perempuan yang lama ku kenal
Meski tak bertatapan mata langsung, tapi kita dua arah secara virtual.
Hari ke Minggu, Minggu ke bulan, bulan ke tahun, kita sama dalam pembicaraan yang tak pernah berhenti meski lelah kadang menggerogoti ibu jari.
Merasa saling memahami tapi tak bisa untuk dimiliki, dan akhirnya tetap menjadi teman pemimpi.
Ramahnya kadang mengusir sepi, ratusan kilometer memisahkan dua nadi, tapi harus diakui rindu kadang datang tanpa pamrih.
Rindu? Yah, rindu yang kadang tak diminta hadir atau mungkin memang rindu yang tak harus hadir diantara cerita ini.
Setiap hari adalah kabar, setiap pesan adalah perjalanan, yang mungkin kita berduapun tak akan tahu akan berhenti dimana dan seperti apa.
Tapi satu hal yang aku Amini, menjadi seperti ini adalah kebahagiaan yang tak pernah berkesudahan, meski resah dan cemas jadi bagian paling inti.
Kamu memiliki dunia yang cukup berwarna, dengan si jagoan yang akan tumbuh dewasa dan si mas yang masih sibuk membenarkan letak kicauan bernyawa. Meski kamu sempat lelah, meski kamu menanggung gundah, tapi kamu adalah perempuan yang tau kapan harus merasa kalah.
Aku hanya aku, aku hanya akan tetap disini, menjadi lembar halaman yang pasti akan ditinggalkan jika sang pembaca menamatkan bukunya. Tapi aku akan melekat pada setiap ruang hampa ketika kamu merasa sendiri atau saat hujan tak kunjung reda.
Berbahagialah atas apa yang kamu miliki saat ini, ikhlaslah meski kadang hati merasa pasrah. Kamu akan selalu menjadi bagian penting disetiap tulisan ini dan aku akan terus menjadi pencerita dengan kisah kisah lainnya...
menebal jalan debu mendekap resah kaki melangkah udara tak sehat kita menikmati sunset di antara beton menjulang tak ada taman tak ada ruang hijau kita tersesat kemajuan kota menyisakan tanda tanya kota ini butuh taman bukan mall hijaunya pudar ramahnya dimakan luka airnya tak jernih bencana siap melanda salahkah tuhan? salahkah bencana? serakahnya kita???
Komentar
Posting Komentar