Langsung ke konten utama

LALU #2

Yah, menunggang pertanyaan besar disertai ragu yang malu malu.
Jam 8 malam aku menunggu hujan reda diantara aspal yang tak sepi dari lalu lalang debu. Kamu akhirnya datang dengan kuyup tanpa mengeluh, seperti biasa kita memesan kopi campur madu dengan berbatang roko yang mulai  memadati asbak, dengan senyum yang tak bisa aku lupakan manisnya itu (gula pun mungkin kalah manisnya hahaha) sesaat kita tenggelam dengan percakapan ringan tentang hari ini "Gimana hari ini? Apa kah menyenangkan? Udah makan atau belom?" Pertanyaan standar ala romansa muda mudi berbunga bunga hahaha.
Detik terus menyudutkan waktu sampai pada akhirnya kita mulai diam dan berkata "So?" Seperti sudah tahu apa maksud pertanyaan itu. Dengan penuh hati hati tutur kata mulai diucapkan, penasaran menghinggapi sehingga berkali kali terucap kata "terus? Cuman? Kenapa?". Kita masih diposisi yang sedekat nadi tapi tak saling memiliki (begitu kata kutipan di buku).
sesaat suasana pun pecah karena mulai ramai pengunjung kedai itu, konsentrasi mulai terpecah tapi isyarat terus lalu lalang hingga akhirnya kamu berkata "Aku benci saat-saat seperti ini" tanpa banyak berpikir aku pun mengamini dan siap mengiklaskan semua berlalu. Seperti sudah ada pertanda dimulai dari pagi yang sendu, malas yang mengganggu,  dan akhiran yang merobek robek rindu. Semua mengurai kepermukaan, tentang langkah yang tak bisa melaju dan cerita yang berjalan hanya seminggu. Tak ingin berlari tapi harus pergi, tak ingin menjauh tapi dipaksa berlabuh, dan sampai di jam 11 malam kita terpisah dan hanya jadi bagian cerita Lalu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

pasir

menebal jalan debu mendekap resah kaki melangkah udara tak sehat kita menikmati sunset di antara beton menjulang tak ada taman tak ada ruang hijau kita tersesat kemajuan kota menyisakan tanda tanya kota ini butuh taman bukan mall hijaunya pudar ramahnya dimakan luka airnya tak jernih bencana siap melanda salahkah tuhan?  salahkah bencana? serakahnya kita???