Langsung ke konten utama

Aku Jingga

Perkenalkan namaku jingga, aku anak semata wayang dari ibu yang pantang menyerah. Aku tak pernah mengenal bapakku dari kecil, dia pergi tepat ketika aku masih segumpal darah. Hari ini aku tepat berusia 20 tahun, tak ada perayaan ataupun acara makan makan. Aku hanya sedang memandangi sosok yang mulai renta tanpa sosok penjaga, dia yang maha menyayangi, dia yang maha melindungi ku. Tepat jam 12 siang aku mendapat kabar dari seorang teman "dimana lu? Makan makanlah?" Dengan cepat aku coba membuka dompetku yang ternyata hanya tersisa lembaran 10,000rb'an. pikirku "Duh duit gw kemana yah? Padahal aku masih seorang pengangguran yang tak mungkin dompet selalu terisi uang haha. Dari yang tak berniat merayakan apapun kemudian berganti menjadi sibuk mengusahakan, tapi entah akan kejatuhan uang darimana. Tanpa terasa raut wajah mulai mengerut dan langkah tak henti mencari cara. Tanpa aku sadari, ibu memperhatikan gerak geriku yang terlihat kebingungan dan bertanya "Kamu kenapa? Nyari apa?" Dengan sedikit terkejut dan rasa tak enak hati aku menjawab "Engga kenapa napa ko Bu" kemudian beliau tiba-tiba menyodorkan uang yang cukup besar nominalnya. kemudian aku kebingungan antara harus diterima atau tidak, dan masih heran kemudian bertanya "Ko, ibu tahu kalo aku lagi perlu uang?" Kata Ibu "Aku ini yang melahirkan, merawat dan membesarkan kamu. jadi engga mungkin kalo ibu engga paham" kemudian tanpa bisa menjawab aku urungkan niat untuk mengambil uang itu "ah, engga usah deh Bu, gak apa apa ko" ibu dengan teduhnya berucap "Ambil aja, itung itung buat kado kamu. Kamu itu satu satunya yang ibu punya dan ibu ingin kamu bisa merasakan seperti yang teman teman kamu rasakan ketika berulang tahun" dengan penuh berat hati akhirnya aku ambil uang itu dan berlalu meninggalkan rumah. Sesampainya ditempat janjian aku terkejut karena tempat ini sepi "Loh nih orang pada kemana sih? Wah gw dikerjain kayanya nih" dengan tampang cemberut aku berniat meninggalkan tempat ini. Tanpa aku sadari dari balik ruangan lain teman temanku sudah menyiapkan kejutan ala abege abege "Happy birthday jingga" teriak mereka. Aku hanya terkejut tanpa bisa banyak berucap ketika mereka menghampiri. "Argh kalian edan" ucapku. "Ayo kita makan makan" kata seorang temanku. Ditengah keriuhan aku malah diam memikirkan ibu. " Oit kenapa lu? Ko bengong?" Dani bertanya. "Engga kenapa napa, cuman tiba tiba kepikiran nyokap" lalu Dani bertanya lagi " Emang nyokap lagi sakit?" Seketika aku makin diam tak bisa menjawab sesaat, pikiran yang semakin semrawut, rindu yang datang menggebu hingga akhirnya aku berucap "gw kangen nyokap, dan sebenernya gw bisa nyanggupin makan makan ini karena nyokap yang maksa ngasih uang buat traktir kalian" keriuhan berganti jadi hening, tanpa banyak basa basi aku ijin pulang terlebih dahulu " Mafren gw balik duluan yah?" "Lah ko balik duluan ga?" Dita bertanya. "Iyah nih, tiba tiba gw kangen nyokap". Aku bergegas menuju meja kasir untuk membayar "jadi berapa totalnya mbak?" Mba kasir pun menjawab "Semua biaya sudah dibayar mas" aku pun terkejut "lah siapa yang bayar mbak?" Kata si mbak " itu temen temen mas udah bayarin semuanya" aku menatap heran kearah teman temanku "Ko jadi kalian yang bayarin?" Kemudian Dani menjelaskan "Udah mafren santai, kita sengaja bikin pesta kecil kecilan ini buat lu ko, lu gak mesti mikirin biaya atau apapun. Mending lu sekarang balik dan peluk nyokap" Aku pun tak kuasa Menahan haru dan bahagia. Lalu aku berbegas pulang, ternyata ibu sudah tertidur. Tanpa basa basi aku kecup kening ibu, dan menyelipkan uang yang tak terpakai tadi. Akhirnya pagi datang menyambut hari yang baru. Dengan sedikit kebingungan ibu bertanya "Ko uang dibalikin? Aku "iya bu, engga jadi kepake" ibu "Padahal engga apa apa loh kalo mau dipake juga" lantas aku memeluk ibu sambil bilang "Bu, kalo aku bahagia di luar, aku mau ibu juga bahagia di rumah, buat apa aku bahagia di luar tapi dirumah ibu menyimpan cemas" ibu memberikan senyumnya lebar lantas beranjak dari bangku itu, aku tak henti bilang "Bu aku lelaki, kelak pasti sendiri. Tapi selama aku masih sehat, aku mau ibu yang terus bahagia" obrolan kami pun berhenti saat ibu beranjak pergi dan cerita singkat ini harus aku akhiri :)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

pasir

menebal jalan debu mendekap resah kaki melangkah udara tak sehat kita menikmati sunset di antara beton menjulang tak ada taman tak ada ruang hijau kita tersesat kemajuan kota menyisakan tanda tanya kota ini butuh taman bukan mall hijaunya pudar ramahnya dimakan luka airnya tak jernih bencana siap melanda salahkah tuhan?  salahkah bencana? serakahnya kita???