Langsung ke konten utama

LALU #3

Kita mulai dengan harapan baru saat temaram lampu dan sisa hujan menyertai rindu, dari hal yang katanya mustahil berganti menjadi kemungkinan, kemungkinan yang akan membawa kita pada jalan baru.
Sesaat diam menatap layar ponsel, berharap cemas akan bertemu.
Seperti sudah terencana kamu mulai memberi isyarat dari secangkir kopi yang tak kita temui malam ini. Ketidakjelasan mood yang dipertanyakan hari ini, uring uringan tanpa maksud jelas, risau menentukan tempat singgah malam ini. Dan akhirnya aku bertemu "lagi" dengan pemilik mata sendu yang jelas senyumnya melebihi manis madu haha. Kita mulai dengan berbatang rokok dan kecanggungan yang masih menderu (seperti biasa) hingga datang botol berlogo bintang ke meja yang sebenarnya memang sepi dari jiwa jiwa lain yang mengganggu.
Malam ini hujan tak datang, mungkin dia enggan mengacau, angin pun tak terlalu kencang bersenandung. Keringat masih terus menetes di kepala, nomer meja dengan warna merah muda seakan merestui untuk perjalanan yang baru. hingga akhirnya poni yang katanya mulai panjang jadi alasan kuat agar 4 pasang mata bertemu dan terucap "...."
Seperti diberi kabar "Bulan depan Gaji naik" tersentak, kaget, bahagia. Seperti menaiki wahana di dunia fantasi mulut sulit mengucap tapi luapan bahagia tak henti hentinya terucap bahkan tergaris di raut wajah yang masih terlihat malu malu. Sampai pada satu ketika terucap "apa yang sudah terucap, takan terulang untuk kedua kalinya" dan inilah akhir dari keresahan tapi awal bagi kemungkinan. Yah, kita adalah kemungkinan dari ketidakmungkinan. Likunya cerita masa lalu, panasnya hati yang merasa tertipu. Tapi kita adalah kita, tanpa berusaha menyakiti siapapun, tanpa mencurangi siapun. Kini kita jadi lalu yang tak berlalu. Menjadi lalu yang siap berjalan dimulai dari nol (seperti kata mas/mbak di pom bensin) hahaha. Semoga kita di dekatkan tanpa cela dan disatukan tanpa drama. Karena hidup terus melaju...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

pasir

menebal jalan debu mendekap resah kaki melangkah udara tak sehat kita menikmati sunset di antara beton menjulang tak ada taman tak ada ruang hijau kita tersesat kemajuan kota menyisakan tanda tanya kota ini butuh taman bukan mall hijaunya pudar ramahnya dimakan luka airnya tak jernih bencana siap melanda salahkah tuhan?  salahkah bencana? serakahnya kita???