Malam, dia selalu datang berulang.
Dia manjakan letih dalam hening,
Dia membelai kelopak mata hingga enggan terbuka.
Tapi diantara gelap dan sepinya, malam memukau disudut kota, lampu remangnya seolah cahaya romantis pemandu bercinta.
Pasar-pasar sepi, gerobak-gerobak rapuh, lapak istimewa pertukaran dua hasrat tanpa cinta.
Trotoar-trotoar lengang lapak para gladiator jalanan menghunus cerita.
Malam juga baik, dia menjaga letih meski berbantal tumpukan kaos bekas dan berlantai kardus, menjaga mimpi-mimpi yang enggan pudar meski kenyataan masih teramat jauh terbentang.
Sederetan penjual makanan terus menyajikan makanan hangat bagi isi perut yang terdengar keroncongan.
Disudut lainnya, malam berpacu dalam dentuman lagu yang memaksa banyak orang enggan berhenti berdansa, aroma anggur jadi pelengkap meski baju mulai kecut tercium.
Malam, kamu menyimpan banyak kenangan.
Sederetan muda mudi asik menikmati lalu lalang lampu kota, menikmati bintang diatas motor, melepas rindu dijembatan penyebrangan, hingga segelas kopi terasa sangat nikmat dalam wadah gelas plastik.
Kami menikmati malam melebihi siang hari yang terik, siang terlalu jujur, siang terlalu angkuh, siang terlalu berlomba mengejar dunia dalam perbedaan yang kadang dipermasalahkan, siang terlalu memaksa kami menjadi orang lain. Hingga malam menjadikan kami sebagian dari pelarian...
menebal jalan debu mendekap resah kaki melangkah udara tak sehat kita menikmati sunset di antara beton menjulang tak ada taman tak ada ruang hijau kita tersesat kemajuan kota menyisakan tanda tanya kota ini butuh taman bukan mall hijaunya pudar ramahnya dimakan luka airnya tak jernih bencana siap melanda salahkah tuhan? salahkah bencana? serakahnya kita???
Komentar
Posting Komentar