Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Januari, 2018

Disudut Jogjakarta

Jarum jam tak mau menunggu, saat laju kereta jadi hal yang ditunggu. Hari demi hari terlewati dalam pesan text atau telepon genggam yang sedang akrab-akrabnya. Langit Bogor tak melulu cerah merona saat hujan lebih giat menunjukan insenitasnya. Rindu melambung terbawa angin kearah selatan pulau Jawa, ada dia yang menunggu tanpa resah dalam rindu. Perjumpahan jadi salah satu obat yang paling ditunggu, belasan atau mungkin ribuan kilometer jarak tak memudarkan ingatan tentang kita yang saling tunggu. Malam itu aku siap dengan ranselku menyusuri pedesaan, melalui ribuan palang pintu rel kereta, bertegur sapa dengan teman sebangku yang entah dari mana asalnya, semua melebur jadi satu cerita yang menarik. Belum lagi riuh pedagang asongan didalam gerbong memberi kehasannya sendiri tentang perjalan hampir 12 jam duduk di kereta itu, alunan lagu dari band padi yang berjudul perjalanan pun jadi soundtrack yang tepat untuk didengar. Dengan sedikit cemas mata perlahan tertidur tanpa diminta. Pagi...

Aku Jingga

Perkenalkan namaku jingga, aku anak semata wayang dari ibu yang pantang menyerah. Aku tak pernah mengenal bapakku dari kecil, dia pergi tepat ketika aku masih segumpal darah. Hari ini aku tepat berusia 20 tahun, tak ada perayaan ataupun acara makan makan. Aku hanya sedang memandangi sosok yang mulai renta tanpa sosok penjaga, dia yang maha menyayangi, dia yang maha melindungi ku. Tepat jam 12 siang aku mendapat kabar dari seorang teman "dimana lu? Makan makanlah?" Dengan cepat aku coba membuka dompetku yang ternyata hanya tersisa lembaran 10,000rb'an. pikirku "Duh duit gw kemana yah? Padahal aku masih seorang pengangguran yang tak mungkin dompet selalu terisi uang haha. Dari yang tak berniat merayakan apapun kemudian berganti menjadi sibuk mengusahakan, tapi entah akan kejatuhan uang darimana. Tanpa terasa raut wajah mulai mengerut dan langkah tak henti mencari cara. Tanpa aku sadari, ibu memperhatikan gerak geriku yang terlihat kebingungan dan bertanya "Kamu ke...

Untuk dia yang kuberi nama sundari

Dia, perempuan yang lama ku kenal Meski tak bertatapan mata langsung, tapi kita dua arah secara virtual. Hari ke Minggu, Minggu ke bulan, bulan ke tahun, kita sama dalam pembicaraan yang tak pernah berhenti meski lelah kadang menggerogoti ibu jari. Merasa saling memahami tapi tak bisa untuk dimiliki, dan akhirnya tetap menjadi teman pemimpi. Ramahnya kadang mengusir sepi, ratusan kilometer memisahkan dua nadi, tapi harus diakui rindu kadang datang tanpa pamrih. Rindu? Yah, rindu yang kadang tak diminta hadir atau mungkin memang rindu yang tak harus hadir diantara cerita ini. Setiap hari adalah kabar, setiap pesan adalah perjalanan, yang mungkin kita berduapun tak akan tahu akan berhenti dimana dan seperti apa. Tapi satu hal yang aku Amini, menjadi seperti ini adalah kebahagiaan yang tak pernah berkesudahan, meski resah dan cemas jadi bagian paling inti. Kamu memiliki dunia yang cukup berwarna, dengan si jagoan yang akan tumbuh dewasa dan si mas yang masih sibuk membenarkan let...

LALU #4

Jejak yang kujalani teramat ragu, tak tenang untuk melagu. Apa yang sebenarnya terjadi dengan kita? Lelucon kah? Pelampiasan kah? Menghitung alur yang sebenarnya tak terlalu aku suka, dimana kebebasan menjadi kebablasan, dimana kesabaran menjadi permainan, dimana kata hanya obat penenang. Kita tak melulu melihat masa lalu, tapi masa depan harus kita tuju. Hidup begitu besar maknanya, tak hanya tentang mereka yang pernah menyakitimu atau kesalahan yang masih di sesali kenyataannya.. puisi berserakan diantara kertas tanpa nama, penggalan lirik tak tersuarakan rimanya. Aku tau, perjuangan selalu berliku hasilnya, tapi tubuh yang lelah akan terus menentukan pijakannya. Sekeras apa aku  bertahan akan terasa fana jika tanpa niat yang sama, sesabar apa aku menerimanya tetap akan jatuh juga jika tanpa doa yang sama. Dan akhirnya kita sampai di sini, dimana tak ada lagi ruang untuk harapan yang luas, dimana tak ada lagi rindu yang harus dibalas. Kita memuai menjadi awan, lalu akan terpis...

LALU #3

Kita mulai dengan harapan baru saat temaram lampu dan sisa hujan menyertai rindu, dari hal yang katanya mustahil berganti menjadi kemungkinan, kemungkinan yang akan membawa kita pada jalan baru. Sesaat diam menatap layar ponsel, berharap cemas akan bertemu. Seperti sudah terencana kamu mulai memberi isyarat dari secangkir kopi yang tak kita temui malam ini. Ketidakjelasan mood yang dipertanyakan hari ini, uring uringan tanpa maksud jelas, risau menentukan tempat singgah malam ini. Dan akhirnya aku bertemu "lagi" dengan pemilik mata sendu yang jelas senyumnya melebihi manis madu haha. Kita mulai dengan berbatang rokok dan kecanggungan yang masih menderu (seperti biasa) hingga datang botol berlogo bintang ke meja yang sebenarnya memang sepi dari jiwa jiwa lain yang mengganggu. Malam ini hujan tak datang, mungkin dia enggan mengacau, angin pun tak terlalu kencang bersenandung. Keringat masih terus menetes di kepala, nomer meja dengan warna merah muda seakan merestui untuk per...

LALU #2

Yah, menunggang pertanyaan besar disertai ragu yang malu malu. Jam 8 malam aku menunggu hujan reda diantara aspal yang tak sepi dari lalu lalang debu. Kamu akhirnya datang dengan kuyup tanpa mengeluh, seperti biasa kita memesan kopi campur madu dengan berbatang roko yang mulai  memadati asbak, dengan senyum yang tak bisa aku lupakan manisnya itu (gula pun mungkin kalah manisnya hahaha) sesaat kita tenggelam dengan percakapan ringan tentang hari ini "Gimana hari ini? Apa kah menyenangkan? Udah makan atau belom?" Pertanyaan standar ala romansa muda mudi berbunga bunga hahaha. Detik terus menyudutkan waktu sampai pada akhirnya kita mulai diam dan berkata "So?" Seperti sudah tahu apa maksud pertanyaan itu. Dengan penuh hati hati tutur kata mulai diucapkan, penasaran menghinggapi sehingga berkali kali terucap kata "terus? Cuman? Kenapa?". Kita masih diposisi yang sedekat nadi tapi tak saling memiliki (begitu kata kutipan di buku). sesaat suasana pun pecah ka...

LALU #1

Saat mata harus bertatap-tatapan, ada rasa yang menggebu untuk diucapkan Perlahan tapi pasti kemudian berganti diam. Sesaat kita beri ruang bagi kenalpot bising lalu lalang dijalan, Senyum lebar menyeringai penuh makna mendalam. oh tuhan, sang pujangga ini akhirnya menemukan pijakan! Tempat berlabuh dan menari dari hujan dan panas yang kadang datang bersamaan. Jarum jam tak juga berhenti, saat waktu terasa semakin singkat Aroma kopi yang wangi perlahan hilang, Batang rokok berserakan tapi kita masih berdekatan. Diam jadi pilihan, saat sayup sayup lagu Ten Storey Love Song (Stone roses) terdengar dari pengeras suara kedai kopi malam itu. Bulan pun enggan berganti hujan, seperti merestui perjalanan yang mungkin baru dimulai. Masih sama, kita tak bergeser sedikitpun Mata saling menatap, senyum bertebaran Tak diduga tangan bersentuhan lisan pun mulai menegaskan siapa kita? Akan kemanakah kita? (Mungkin sedikit berlebihan seperti cerita sinetron di tv hahaha) Dan akhirnya kita sa...

AMI

Mata tak henti bertanya Mulut tak mampu menyapa Lengan tak bisa meraba Aku hanya melihat dibalik kaca Sore selalu datang setiap hari Debu enggan untuk pergi Masih sama kemarin dan hari ini Pelangi tak hadir disela mimpi Esok akan terulang lagi Bangku renta tempat menanti Habiskan jam tanpa pasti Seiring getaran yang selalu dinanti

Lautan tak bertujuan

Aku dibawa lembaran tak beraturan Aku dibawa lautan tak bertujuan Aku sesat dalam pelarian Surga bias tanpa niat pembenaran Rangkul aku lalu benamkan Ajak aku menemui jalan tuhan Dosa ini takkan tergantikan Jika niat hanya sebuah lisan Perempuan temui aku yang kesepian Saat tembok jadi teman yang sepadan Lantunan ayat jadi pelipur kesakitan Aku ingin meneruskan perjalanan

Sumit

Pekat membias dalam waktu Pekat memar menderu tertelan pilu Aku hanya ingin jatuh hati tanpa sendu Tanpa nafsu yang menderu-deru Genggamlah tangan ini jika kau percaya Puncak pangrango saja sudah kusapa deretan bunga abadi punya cerita Tentang kesepian panorama dunia Lembah kasih mendekap ramah Kamu terkasih takkan kujamah Biarlah puisi ini terdengar payah Namun kelak kita saling memapah

Membiru

Dan bumi tak lagi membiru Saat logika sedangkal debu Kita tersirat saling menipu Saat damai tak pernah bertuju Akankah kita mendekati kebaikan? Saat cinta hanya sebuah hiasan Akankan kita saling mengingatkan? Saat benci jadi bagian di keseharian Menualah bumi dalam kasih tak berkesudahan Berdampinganlah kita seperti esok hari perpisahan Mengasihilah kita pada siapa saja tanpa memperbedakan cara menyembah tuhan Damailah di bumi damailah di langit