Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Maret, 2018

Kemarau ditengah hujan

Bogor, kota ini menyimpan jutaan kenangan yang tak mungkin bisa dilupa. Hutan ditengah kota, istana megah yang mendunia, deretan gunung berbaris setia, tugu kujang yang gagah namun mulai menua, curah hujan tak mungkin terlupa. Sungguh indah kota ini jika menikmati sehabis hujan dengan lampu temaram ditambah kopi panas yang menggoda. Namun pernahkah kalian menengok kesudut lain di kota ini? Wajahnya terlihat risau, aspalnya mulai kacau, kemacetanya semakin memadat, beton menjulang melebihi tinggi pohon kebun raya, sungai menyempit sampah meluap, gang padat penduduk semakin dekil. Kota ini bisa kehilangan keindah sejuk nyamannya dengan seketika, kota ini bisa kehilangan indentitasnya jika warganya tak pernah mau merasa memilikinya. Kota ini bukan hanya kota hunian, di kota ini jutaan orang mempertaruhkan hidupnya, di kota ini deretan pemuda risau mencari kerja, di kota ini cinta semakin beterbangan entah kemana tujuannya. Selamatkanlah cinta kita pada kota ini sedini mungkin. kota ini b...

Di kotamu

Diluar hujan membumi Dia enggan reda meski dicaci Dia tak memberi kesempatan menepi Meski isyarat sudah sedekat nadi Rindu yang tak melulu bertemu Pada pelik yang enggan pilu Aku datang tanpa banyak ragu Hujani ingatan saat terjebak rindu Wanita temui aku dalam sendu Sebentar saja mengingat laju Jangan takut untuk terlihat menggebu Aku disini tepat di kotamu

SUARA

Ada banyak yang ingin kutulis malam ini, tentang romansa yang menggebu, tentang kasta diatas segalanya, tentang perempuan malam penjajak cinta buta, tentang beton yang memadat mematikan ranting tua. Tapi aku ingin menulis tentang mereka, mereka yang tidur beralaskan trotoar beratap langit renta. Bukan hujan yang mereka risaukan, bukan panas yang mereka keluhkan, bukan juga tentang mewah dunia yang semakin menghantam. Mereka hanya berbicara diantara perut yang mulai keroncongan, tentang ibu dan bapa yang pergi tanpa pesan, tentang sombongnya borjuis kota yang enggan sepadan. Tuhan, aku ini Hambamu. Meski hanya segumpal daging dan tulang yang semakin terlihat kepermukaan, aku masih berakal, aku masih bisa mengejar impian meski tanpa pendidikan. Aku tak minta dilahirkan di selokan, aku tak minta dilahirkan dari ibu yang tak mengharapkan rahimnya tercemar, aku tak minta dilahirkan dari bapa yang gemar berganti pasangan. Aku ini manusia tuhan, aku berhak hidup seperti yang engkau tulisan, ...

Kunamakan dia biru

Dia, tak bisa kugenggam meski aku mencintainya. Dia, tak bisa kuraih meski aku berada di hadapannya. Dia, tak bisa kutinggalkan meski kadang letih menyapa. Kasih ini seperti takdir yang tahu kemana harus memuja. Bogor adalah kota yang tak banyak protes Dia menikmati zona nyaman sampai akhirnya terasa apatis. Deretan gunung jadi pemuas pencinta panorama, Meski tak memiliki garis pantai, kota ini memiliki ratusan curug pemuas perenang gaya bebas. Aspal semakin memadat, beton semakin menjulang, hijau memadati sudut jalan raya yang nampak muda. taman kota jadi primadona, tempat bertukar resah pasangan muda-mudi dengan keringat bercucuran dimuka. Hampir tak ada cela di kota yang semakin tua, hampir semua lupa dengan sejarah yang pernah tercipta. Diantara keindahan dan kemajuannya kota ini pernah berbahagia karena tim sepakbola yang menjadi juara. Ya, mereka yang membuat kota ini memiliki wajah lain, mereka yang membuat identitas baru dalam dunia olahraga, tapi mereka juga yang b...

Bogor biru

Senja tak nampak  Risau pejalan kaki berpijak Lautan kuda besi liar mengacak Aspal belum jadi sudah terinjak Debu beterbangan sibuk bertanya Ada apa dengan kota ini??? wajahnya meracau, jiwanya galau... Hijau berbalut kuda besi berwarna tak berbunga Kujang menciut beton tertawa buku terlupa kita menggila Hujan hanya hiasan bagi kita yang pura pura suka.

Sisi

Aku serupa rima yang tak kau ucapkan Aku serupa nada yang tak kau nyanyikan Aku adalah dia yang mengamati Aku adalah dia yang tak kau cermati Perempuan hiduplah diantara rasa yang lega Tanpa kau mengerti tanpa seribu jarak terlewati Tanpa kalimat romantis yang kadang terdengar basi Tanpa resah yang datang hanya sekali-kali

Hujan Mata Pisau

Lisan terbungkam dalam hidup kelam Hujan tak reda kala hari mulai malam Melaju dalam distorsi pentagram Sesat kumelangkah menuju temaram               Ujung pisau runcing siap menikam        Aku hanya lelaki yang penuh diam        Meski liar takkan berhenti memulai        Hidup kadang dihujani liuk gemulai Sepi diperkosa nadi patriaki Lacur dogma menyayat harga diri Diam tertikam gerak sadari Hidup dalam pelarian ayat ayat suci           Dalam ketakutan terbiasa sendiri        Saat malaikat begitu terasa dekat        Dalam peraduan 5 dimensi        Tuhan aku harus mulai menepi 

Tanah

Dia tak termiliki, tapi aku menggenggamnya dalam mimpi. Melayang-layang dalam ingatan meski terlupa setiap pagi. Malam selalu memikat dengan debu menempel di pipi Imajinasi terbawa dimensi alam bawah sadar diri. Peluklah aku meski bukan pada kenyataan, Milikilah aku meski hanya sebatas impian. Tanah basah sehabis hujan selalu menghasilkan bebauan, sederhanakan kasih meski hanya sebatas rumus buatan.

API

Dalam setiap panca Indra yang melihat Aku adalah ketakutan yang dekat Pada setiap rusuk yang menggigil Aku adalah teman yang prinsipil Kenali aku lebih jauh Tenggelam dalam imaji hidup semu Kenali aku lebih jauh Jika kau ingin terbakar penuh pilu Dunia tak berotasi selamanya Kita hanya peranan bernyawa Pada sampai langit dan bumi rata Kita hanya barisan luka Aku bisa menjadi dua sisi Aku adalah api